NKRI

INDONESIA.

HUR RI

Dirgahayu Indonesia.

Media Ilmu.

https://mediailmupandu.blogspot.com

Pancasila

Dasar Negara.

Pendidikan

Education.

Monday 23 December 2013

INTERPRETASI

Suatu interpretasi dapat merupakan bagian dari suatu presentasi atau penggambaran informasi yang diubah untuk menyesuaikan dengan suatu kumpulan simbol spesifik. Informasi itu dapat berupa lisan, tulisan, gambar, matematika, atau berbagai bentuk bahasa lainnya. Makna yang kompleks dapat timbul sewaktu penafsir baik secara sadar ataupun tidak melakukan rujukan silang terhadap suatu objek dengan menempatkannya pada kerangka pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas.
Kegiatan evaluasi tentu saja tak dapat dilakukan tanpa prosedur yang jelas. Ada prinsip-prinsip evaluasi yang sepatutnya diterapkan oleh peserta didik. Tanpa mengikuti prinsip ini dikhawatirkan hasil evaluasi tidak akan valid, tidak reliabilitas, tidak objektif, dan tidak praktis menggambarkan kemampuan belajar peserta didik.

Kegiatan evaluasi  bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran telah dicapai oleh peserta didik. Selain itu, evaluasi tentu saja dapat membantu pendidik untuk mengetahui kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Dengan mengetahui kemampuan-kemampuan siswa tersebut, pendidik dapat mengetahui dan sekaligus membimbing peserta didik yang masih kurang mampu memahami materi pelajaran yang telah mereka ajarkan.

Sunday 22 December 2013

Politik Etis

Pada permulaan abad 20, kebijakan penjajahan Belanda mengalami perubahan arah yang paling mendasar dalam sejarahnya. Kekuasaannya memperoleh definisi kewilayaan baru dengan selesainya upaya-upaya penaklukan. Kebijakan kolonial Belanda untuk mengeksploitasi terhadap Indonesia mulai berkurang sebagai pembenaran utama bagi kekuasaan Belanda, dan di gantikan dengan pertanyaan-pertanyaan keperihatinan atas kesejateraan bangsa Indonesia. kebijakan ini di namakan Politik Etis. Masa munculnya kebijakan ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang akan dapat memahami sejarah Indonesia pada awal abad 20 apabila tidak mengacu pada kebijakan. Namun Politik Etis hanya menmpilkan banyak janji-janji dari pada penampilanya, dan fakta-fakta penting tantang eksploitasi dan penaklukan dalam kenyataan tidak mengalamim perubahan.

Monday 16 December 2013

Pendekatan HI

perkembangan ilmu hubungan internasional belum jelas dimulainya dimana dimana dan kapan karena masih bersifat relatif kondosional, sebenarnya ilmu hubungan internasional jauh telah dimulai jauh masehi, tetapi dimulainya menjadi sebuah disiplin ilmu masih dimulai dalam 2 abad terakhir. Paper ini akan membahas tentang sejarah perkembangan dan sistem analisa Ilmu hubungan Internasional.

Dalam menentukan disiplin sebuah ilmu, kita akan selalu menemukan dua kenyataan, pertama, yakni perkembangan suatu ilmu berkaitan erat dengan disiplin ilmu yang lain. Kedua, yakni perkembangan suatu ilmu tidak berjalan secara ajeg, yakni suatu waktu ia akan mengalami perkembangan secara besar-besaran, Misalnya dalam bentuk penemuan baru.

Untuk lebih mudah mengetahui periodesasi maka dapat kita klasifikasikan masa pendisiplinan ilmu hubungan internasional menjadi 4 kelompok besar:

Selama berabad-abad pekerjaan para pelopor studi ilmu hubungan internasional hanya mengumpulkan data yang berserak-serak yang pada waktu itu belum menjadi sebuah disiplin waktu. Ilmuan sudah mempelajari tentang hukum antar bangsa, hakekat kekuasaan negara dan kedaulatan, masalah pengelolaan hubungan kekuasaan dan pengembangan lembaga-lembaga internasional. Dari berbagai studi ini muncullah pada awal abad 20 suatu bidang studi dan terorganisasi kemudian dimasukan dalam kurikulum di beberapa universitas di Amerika Serikat, yaitu bidang studi hubungan internasional. Munculnya disiplin ilmu pada masa ini lebih disebabkan untuk memahami sebab-sebab terjadi perang dan untuk membina dunia yang lebih damai.

Salah satu unsur terpenting studi dan pengajaran ilmu ini adalah sejarah diplomasi. Unsur penting yang lain adalah hukum internasional dan badan internasional yang dibentuk sejak akhir abad ke 19. pada masa ini metode utama yang dilakukan untuk menghindari dan mencega perang adalah penyelesaian secara damai dan pembatasan senjata. Misalnya arbitrasi internasional dan konferensi perdamaian( seperti konferensi den Haag). Pengutamaan peranan hukum dan organisasi internasional, metode jaminan keamanan yang l=kolektif, hak penentuan nasib sendiri dan pelucutan senjata, itu menunjukan minat yang mengara ke teoritis yang normatif dan utopian.
Asumsi ini runtuh setelah pecah perang dunia I. Banyak studi ilmu hubungan internasional samapi menjelang perang dunia berikutnya mencerminkan ketidak percayaan pada asumsi-asumsi paradigma abad ke 19 tersebut. Tetapi menarik bahwa pendekatan yang lama itu salah; tetapi malah diusulkan untuk diterapkan lagi dengan sungguh-sungguh. Akibatnya studi hubungan internasional berjalan menurut tiga alur.

Pertama, hubungan internasional dipelajari melalui penelaahan kejadian-kejadian yang sedang jadi nerita utama dan dari bahan itu dicoba dibuat pola umum kejadian. Kedua adalah dipelajari melalui organisasi internasional. Dengan asumsi bahwa konflik dapat dikelola dan diselesaikan dengan suatu aturan main. Ketiga yakni model analisa menekankan kepada perkembangan ekonomi internasional. Dengan menggunakan Marxis—Leninis suatu aliran yang menggunakan analisa ekonomi
sebagai suatu variabel ekonomi dapat menjelaskan suatu konflik dan perang internasional pada masa sebelumnya.

Dilihat dari masa ini, kecendrungan keilmuan memang sedikit naif, sebagian mereka percaya hukum internasional dan organi internasional dapat mengelola fenomena politik internasional yang eksplosif, sebagian lagi menelaah kejadian-kejadian internasional yang sedang terjadi dengan berita hangat dapat diciptakan kerangka konseptual.

Studi hubungan internasional sesuda perang dunia II

paradigma realis pada dua dasawarsa terakhir merupakan bentuk perkembangan teoritis yang juaga dapat mendeskripsikan serta menjelaskan prilaku negara hubungan internasional dan memberikan kerangka preskriptif bagi negarawan yang membuat keputusan.

Berkembangnya paradigma realis juga menurnka utopian dalam studi hubungan internaisonal. Berdasarkan paradigma ini ilmuan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong munculnya teori-teori yang masih berpengaruh sampai saat ini, kaum realis berusaha menemukan jawaban yang diajukan oleh ilmuan tahun 1970n dan 1980n.

“revolusi behavioral” dan pendekatan “saintific”

penolakan terhadap konsep kekuasaan berbuah kepada revolusi behavioral pada tahun 1950-an dan 1960-an. Revolusi ini mendorong studi ilmu hubungan internasional kearahteori yang eksplanatori dan prediktif. Suatu teori yang dapat menjelaskan dan meramlakan. Ilmuan pada masa ini menyebut ilmuan sebelumnya sebagai “tradisionalis”, karena mengabaikan hipotesa-hipotesa yang dikaitkan secara logis. Mereka masih memusatkan penelitian secara tunggal dan meragukan generalisasi atas kejadian atau fenomena internasional.

kaum ilmuan behavioralis berpendapat bahwa pemusatan pada penelitian banyak kasus untuk menentukan pola yang berulang dapat mengembangkan studi ini, dengan mengarahkan penelitian dengan menunjukan kepada variabel kunci, merumuskan teori dan membuat hipotesa yang operasional untuk menekankan ketepatan untuk mendorong penerapan metode kuantitatif, seperti analisa isi ( Content analysis), dokumen dan penelitian survai pendapat elit atau publik. Sementara ilmuan sebelumnya berpendapat bahwa kehidupan internasional itu sangat kompleks dan banyak sehingga sulit untuk disederhanakan. Kontroversi

 Studi hubungan internasional pasca- behavioralis
Teorisi “pasca-behavioralis” tidak mengakui pembedaan antara fakta dan nilai. Ilmu politik harus menilai baik buruknya suatu sistem politik, domestik maupun internasional, dan harus memihak. (misalnya di Amerika serikat terkenal menentanga dalam keterlibatan pemerintahannya di Vietnam). Ilmuan pasca behavioralis menerima fakta bahwa nilai sangat mempengaruhi proses keilmuan. Memang sangat sulit untuk untuk menciptakan kesepakatan, lebih baik mengakui adanya keanekaragaman perspektif teoritis atau paradigma dalam studi hubungan internasional dan menilai masing-masing berdasarkan kemampuannya memberikan penjelasan yang paling meyakinkan.


Tingkat-tingkat Analisa

mengapa kita mempersoalkan tingkat analisa? pertama aktor utama dalam hubungan internasional, mulai dari individual pemimpin, prilaku kelompok, karakteristiknegara itu sendiri, hubungan dengan beberapa negara, sampai struktur hubungan pada tingkat global.

Kedua, kerangka berpikir analisa membantu memilah-milah faktor yang mana yang harus paling banyak ditekankan.
Ketiga, kerangka analisa memungkinkan kita untuk memilah mana dampak dari sekumpulan faktor tertentu terhadap suatu fenomena dan dampak dari kumpulan faktor lain terhadap fenomena itu, dan kemudian membandingkan dari kedua kelompok faktor yang berbeda, sehingga untuk fenomena yag sama kita memperoleh bebrapa penjelasan alternatif.
Keempat, peka terhadap analisa karena adanya kemungkina kesalahan metodologis yang disebut dengan fallacy of composition dan ecological fallacy.

Identifikasi tingkat analisa
Untuk menentukan tingkat analisa pertama kita harus menentukan unit analisisnya kemudian kita harus menentukan unit eksplanasinya, yaitu unit yang dianggap sebagai variabel independen dan perilakunya hendak diamati.

Mohtar mas'oed menerapkan pemilahan tingkat-tingkat analisa yang paling konfrehensif dan tuntas,
  • perilaku individu ;kepala pemerintahan, mentri luar negri, penasehat keamanan, dan sebagainya
  • perilaku kelompok ; organisasi internasional, birokrasi, departemen, dan badan-badan pemerintahan
  • Negara-Bangsa ;perilaku individu , kelompok, organisasi, lembaga hanya akan diperhatikan sejauh perilaku mereka berkaitan dengan tindakan internasional.
  • Pengelompokan negara-negara ; blog ideologi, pengelompokan dalam PBB, persekutuan ekonomi
  • Sistem internasional : setiap bangsa-bangsa didunia dan interaksi mereka merupakan sistem internasional.

Menetapkan Tingkat analisa

Bagaimana cara menetukan singkat analisis dan apa yang kita pakai sebagai pedoman untuk membuat keputusan? Ada dua hal yang dipertimbangkan untuk menentukan suatu tingkat analisa
pertama, teori atau konsep tentang fenomena yang hendak dipakai.
Kedua, menetukan pemilihan tingkat analisa adalah tujuan analisa atau penelitian itu sendiri


Moas'oed, Mohtar
redhaaalfian.

KORUPSI

Sepertinya semua orang pernah berbohong dan sebagian besar orang pernah melakukan korupsi kecil-kecilan. Menggunakan sarana kantor untuk keperluan sendiri, bolos kerja, membeli buku untuk pribadi dengan uang lembaga, itu sebenarnya korupsi juga. Namun, korupsi berkelompok, besar-besaran, sangat terorganisasi, direkayasa dan ditutupi bersama—sesuatu yang beberapa waktu terakhir terus diberitakan media—merupakan sesuatu yang sangat sulit dibayangkan oleh sebagian besar masyarakat awam. Bias persepsi
Dalam psikologi manusia, ada beberapa proses yang cenderung membuat kita mengambil penyimpulan yang ”bias”.Ini akan sekaligus menghalangi kita untuk memperoleh pengetahuan yang ”sebenar-benarnya” dan lebih lanjut lagi menghalangi kita melakukan langkah yang setepat-tepatnya demi mencegah atau menanggulangi hal buruk.
Sesungguhnya ini adalah proses yang alamiah saja sebagai suatu cara untuk mempermudah manusia memahami dunia dan menciptakan harmoni dengan dunia sosialnya. Namun, bila dibiarkan begitu saja, jelas akan sangat menyulitkan pemberantasan korupsi.
Yang kita kenal dan dekat dengan kita (kecuali tampilan luarnya terlalu negatif atau kita pernah punya pengalaman buruk dengannya) akan cenderung kita nilai lebih positif. Orang yang dari permukaan terlihat baik (misalnya sopan, ganteng atau cantik, perlente, berposisi meyakinkan, bersikap menyenangkan) juga lebih sulit dipercaya melakukan hal buruk daripada orang yang tampilan luarnya terkesan negatif.
Orang yang berkuasa pada akhirnya juga sering dapat mengendalikan wacana. Maksudnya, di awal bisa saja kita mencurigai seseorang atau suatu kelompok melakukan hal buruk tertentu. Namun, yang berkuasa cenderung memiliki akses ke banyak posisi penting, pandai berstrategi, luwes mengambil langkah, tidak selalu melalui uang ataupun ancaman eksplisit untuk dapat memengaruhi dan mengubah wacana publik.
Kadang pendekatan yang sangat simpatik lebih ”powerful” daripada ancaman dan kata-kata kasar. Maka, ketika ada orang dekat atau yang terkesan positif diberitakan melakukan kekerasan seksual atau korupsi, cukup sering kita terkejut dan tidak percaya.
Eufemisme
Eufemisme menunjuk pada penggunaan istilah yang lebih halus untuk menggantikan ungkapan yang dirasa kasar atau dikhawatirkan menyinggung perasaan. Ini sebenarnya juga suatu tindakan yang netral saja atau malahan positif untuk menghindari pelabelan negatif, memelihara harmoni sosial, atau menciptakan pemahaman lebih positif. Psikolog yang melakukan konseling sering menggunakan istilah-istilah yang lebih berkesan positif untuk memberdayakan kliennya.
Misalnya, daripada mengatakan: ”orangtuamu telah melakukan kekerasan padamu sehingga kamu menjadi seorang pemarah dan pendendam”, kita mungkin menggunakan frase: ”orangtuamu telah berlaku kurang baik padamu dan itu menyebabkan luka batin yang dalam”. Tujuannya agar klien merasa dimengerti sekaligus diarahkan untuk bersikap positif dan konstruktif bagi hidupnya sendiri, tidak terpaku pada sikap negatif dan dendam pada orangtua.
Sayangnya dalam masyarakat kita eufemisme digunakan berlebihan sehingga kita sulit melakukan diferensiasi dengan obyektif dan tajam, tidak mampu lagi membedakan mana yang baik atau buruk, atau malahan sengaja terus melanggengkan perilaku tidak etis.
Korupsi kehilangan kesalahan etisnya dalam istilah ”komisi”, ”uang jasa”, ”tanda terima kasih”, ”biaya administrasi”, ”mismanajemen”, dan entah apalagi. Kita tidak mampu bersikap kritis karena semua jadi terkesan ”baik”, ”positif”, atau bila pun kurang baik tidaklah demikian buruk sehingga tidak memerlukan tindakan segera untuk ditangani.
Misalnya, menyebut masyarakat miskin sebagai masyarakat ”prasejahtera” cenderung membutakan para pengambil kebijakan bahwa meski ekonomi makro Indonesia membaik, masyarakat yang riil harus bertahan hidup dalam kemiskinan sungguh sangat memprihatinkan kondisi hidupnya. Jadi, tidak diperlukan program yang sangat tepat untuk menanggulanginya. Apalagi bila indikator kemiskinan ditetapkan sangat rendah, yang menyebabkan orang yang kenyataannya tidak dapat menyekolahkan anak dan sulit makan tiga kali sehari masih belum digolongkan miskin.
Mencegah korupsi
Eufemisme berlebihan menghalangi kita memahami esensi perbedaan baik-buruk dan benar-salah. Kita meminimalkan derajat kesalahan dari tindakan buruk yang dilakukan orang lain maupun diri sendiri. Kita menggunakan istilah dan pemaknaan baru atas tindakan buruk yang ada demi menciptakan harmoni dengan diri sendiri dan lingkungan.
Maka, bisa dimengerti bahwa cukup banyak pelaku korupsi, khususnya di Indonesia, baik yang telah tertangkap maupun tidak, sepertinya tidak merasa malu ataupun disonan tentang dirinya sendiri. Mereka baik-baik saja secara psikologis, hidup bahagia, menjalankan ritual agama masing-masing seperti biasa, terus melakukan korupsi dengan berbagai alasannya, dan di depan publik mengumumkan tanpa beban bahwa dirinya dan organisasinya bersih korupsi.
Pencegahan korupsi perlu dilakukan sangat komprehensif, dari berbagai arah, secara serentak dan konsisten, serta sejak sedini mungkin. Pendidikan antikorupsi yang utuh, selain mengandung telaah berbagai disiplin lain, perlu melibatkan komponen psikologi yang cukup besar. Kejujuran, moralitas, kebaikan, nilai benar-salah, dan tanggung jawab sosial perlu ditelaah dalam konteks berbeda-beda agar anak sedini mungkin paham situasi ideal dan situasi riil yang sering berbeda dengan yang ideal, tetapi tetap mampu memisahkan dengan tajam mana yang pada dasarnya salah maupun benar. Kasus-kasus nyata sehari-hari dari yang sederhana hingga yang kompleks perlu didiskusikan.
Misalnya, mencontek itu, dengan alasan apa pun, tetap merupakan tindakan yang salah. Menolong teman mencuri barang karena sangat butuh uang tetap hal buruk. Sangat berbahaya bila yang mengucapkan slogan antikorupsi malah sangat piawai melakukannya. Pemberantasan korupsi menjadi pekerjaan rumah luar biasa besar bagi kita semua.
Kristi Poerwandari
sumber: http://cetak.kompas.com/read/2011/07/24/03215312/korupsi

Monday 2 December 2013

"Partai Politik"


Ada tiga teori yang mencoba menjelaskan asal-usul partai politik. Pertama, teori kelembagaan yang melihat ada hubungan antara parlemen awal dan timbulnya partai poltik. Kedua, teori situasi historic yang melihat timbulnya partai politik upaya suatu sitem politik untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan dengan perubahan masyarakat secara luas. Ketiga, teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi social ekonomi.
Teori yang pertama mengatakan partai politk dibentuk oleh kalangan legislative (dan eksekutif) karena ada kebutuhan para anggota parlemen (yang ditentukan berdasarkan pengangkatan) untuk mengadakan kontak dengan masyarakat dam membina dukungan dari masyarakat.
Teori kedua menjelaskan krisis situasi historis terjadi manakala suatu system politik mengalami masa transisi karena perubahan masyarakat dari bentuk tradisional yang berstruktur sederhana menjadi masyarakat modern yang berstruktur kompoleks. Pada situasi ini terjadi berbagai perubahan, seperti pertambahan penduduk karena perbaikan fasilitas kesehatan, perluasan pendidikan mobilitas okupasi, perubahan pola pertanian dan industry, partisipasi media, urbanisasi, ekonomi berorientasi pasar, peningkatan aspirasi dan harapan-harapan baru, dan munculnya gerakan-gerakan populis.
Perubahan-perubahan itu menimbulkan tiga macam krisis, yakni legitimasi, integasi, dan partisipasi. Artinya, perubahan-perubahan mengakibatkan masyarakat mempertanyakan prinsip-prinsip yang mendasari legitimasi kewenangan pihak yang memerintah; menimbulkan masalah dalam identitas yang menyatukan masyarakat sebagai suatu bangsa; dan mengakibatkan timbulnya tuntutan yang semakin besar untuk ikut serta dalam proses politik.
Teori ketiga melihat modernisasi social ekonomi, seperti pembangunan teknologi komunikasi berupa media massa dan transportasi, perluasan dan peningkatan pendidikan, industrialisasi, urbanisasi, perluasan kekuasaan Negara seperti birokratisasi, pembentukan berbagai kelompok kepentingan dan organisasi profesi, dan peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi lingkungan, melahirkan suatu kebutuhan akan suatu organisasi politik yang mampu memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut. Jadi, partai poltik merupakan produk logis dari modernisasi social ekonomi.