Kasus Pelanggaran HAM dan
Atheis
1. Contoh
konkrit dapat dikemukakan diantaranya: pembubaran DPR hasil pemilu 1955 oleh
presiden Soekarno tahun 1960, penolakan permohonan untuk mendirikan partai
politik, pembekuan partai politik, pembrendelan majalah dan koran, peristiwa
Tanjung Priuk, Peristiwa Dili, Aceh dsb. Pelanggaran terhadap hak asasi manusia
sebetulnya karena terjadinya pengabaian terhadap kawajiban asasi. Sebab antara
hak dan kawajiban merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Bila ada hak pasti
ada kewajiban, yang satu mencerminkan yang lain. Bila seseorang atau aparat
negara melakukan pelanggaran HAM, sebenarnya dia telah melalaikan kewajibanya
yang asasi. Sebaliknya bila seseorang/kelompok orang atau aparat negara
melaksanakan kewajibanya maka berarti dia telah memberikan jaminan terhadap hak
asasi manusia. Sebagai contoh di negara kita sudah punya UU No.9 tahun 1998
berkenaan dengan hak untuk menyampaikan aspirasi secara lisan dan tertulis. Hal
ini dimaksudkan untuk menghormati hak orang lain seperti tidak mengganggu
kepentingan orang banyak, mentaati etika dan moral sesuai dengan budaya bangsa
kita.
2. Contoh
lain, dalam lingkungan kampus dapat saja terjadi mahasiswa yang melakukan
kegiatan seperti diskusi yang bebas
mengemukakan pendapat tetapi mereka dituntut pula menghormati hak-hak orang lain
agar tidak terganggu. Begitu pula kebebasan untuk mengembangkan kreativitas,
minat dan kegemaran (olah raga, kesenian, dll) tetapi hendaklah diupayakan agar
kegiatan tersebut tidak mengganggu kegiatan lain yang dilakukan oleh mahasiswa
atau warga kampus lainnya yang juga merupakan haknya. Banyak contoh lain dalam
lingkungan kita baik di kampus maupun di dalam masyarakat yang menuntut adanya
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Untuk itu marilah kita laksanakan apa
yang menjadi hak dan kewajiban kita dan itu termuat dalam berbagai aturan/norma
yang ada dalam negara dan masyarakat.
3. Pada
bulan Februari 2012, seorang pegawai negeri Indonesia bernama Alexander Aan
menulis sebuah komentar di akun Facebook khusus kelompok ateis yang
mengatasnamakan masyarakat Minang dengan menyatakan bahwa "Tuhan itu tidak
ada" serta mengunggah gambar tentang Nabi Muhammad yang dinilai menghina
Islam. Ia ditangkap dan dituduh telah melakukan penistaan agama. Pada tanggal
14 Juni, Alexander dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan dijatuhi hukuman
penjara selama dua setengah tahun dan denda sebesar seratus juta rupiah.
Peristiwa ini menimbulkan perdebatan terkait dengan legalitas ateisme dan
kebebasan beragama di Indonesia, bahkan kasusnya ini ditanggapi oleh Amnesty
International, yang menganggap bahwa ia telah dijadikan "tahanan
keyakinan".